BLUR
Buram, bukan fokus, sama sekali tidak fokus. Ketika hitam ini terus kau rangkul, mati saja Kau! Bawa hitam ini sampai kau puas, hingga Kau sadar warna apa hitam itu. Untuk kesekian kalinya buram, tak terlihat fokus, tak jelas arahnya. Yah, kau letakkan hitam tepat di hadapanku. Maksudmu? Menertawakan dirimu sendiri? Tertawalah, selagi masih bernafas.
Konyol ketika kata kotor Kau ucapkan dan pertanda kemarahanmu adalah sayang. Buram semua. Pecandu kah Kau? Atau? Entahlah, sejenis penyakit kejiwaan.
Blur, pertanda bahwa tidak fokus. Tidak masalah ketika blur, hanya jangan blur tepat di wajahku, tepat di hidupku. Enyah saja Kau bawa secarik kertas yang Kau sebut karyamu. Enyah saja Kau dengan rasa beranimu mengancam dan menantang bak mereka yang tidak punya identitas diri.
Ketika lensa ini berbicara, jelas sudah matamu BLUR. Kenapa? Kenapa harus matamu? Yah, jelas sudah Kau tidak fokus, kau blurkan wajahku, sikapku, kebaikanku, bahkan rasa. Rasa? Sense? Feel?
Bermainlah dengan segudang pola pikir rendahmu yang tak berpendidikan. Bermainlah dengan otakmu yang tak Kau didik, bermainlah dengan hatimu yang tak Kau imani. Blur sudahlah hidupmu.
Apa? Aku? Aku yang harus berada dalam liang kesukaran bersamamu harus menanggung buram lagi dan lagi padahal Kau sudah jauh? Haruskah? Yah, karena Kau tak pernah puas dengan setan dalam dirimu.
Semua menganggapmu hebat, tapi Kau tidak sadar setanmu menakutkan.
Blur, parah. Andaikan kata kotor boleh terucap, tak ada satupun kata kotor terlewat untukmu. Karena kau BLUR tak FOKUS.
0 komentar:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.