Menyamar jadi orang lain, bermain bersama ribuan kata hingga jenuh tak menentu. Aku tahu aku salah. Hanya memberikan petunjuk tanpa hendak turut bermain. Tapi aku sudah bermain!! Pada bintang yang menggoreskan luka pada setiap pelukan. Hendaknya aku pergi saja dan menangis di atas bantal tanpa diketahui makhluk lain.
Iya, dia memang begitu, sering membuatku menangis. Sering marah padaku, sering membentak, dan tak tahu salahku dimana. Mereka bilang aku berubah, dan dia membunuh karakterku dengan sikapnya. Dia hanya mampu mencaci tindakanku. Sikapku pun salah. Bukankah ini biasa? Sikapnya lebih parah, membentak hingga merobek dan akhirnya aku berlari dengan darah dari kedua belah bibirku. Aku masih ingat saat terjatuh tepat di hadapannya dengan kakinya. Dijatuhkan dengan kakinya. Diinjak bukan terinjak.
Aku hanya menangis lalu memeluk. Ini hanya persoalan pesan yang berbeda cara tangkapnya. Aku sudah minta maaf. Setiap hari aku datang, menunggunya bangun, dan saat dia bangun, dia marah padaku, lalu tidur lagi.
Begitu setiap hari. Hingga akhirnya aku sibuk. Aku punya urusan mendadak. Tepat siang itu, aku terus berdoa. Agar aku baik-baik saja saat dia datang atau aku mendatanginya. Dia katakan padaku Tuhan tidak menolongku saat dia memukulku. Itu salah. Tuhan menolongku dengan keras, tidak lagi dengan cara halus. Bila Tuhan menegurku dengan halus, aku akan bertahan di sampingnya. Tapi Tuhan membentakku agar aku tidak terus menerus sakit.
Dokter itu membujukku untuk curhat, tanpa berkata aku menangis.
Dokter itu bilang.
"Kasihan kamu, kasihan badanmu, kamu cantik!"
Detik itu, aku merasa tidak cantik lagi.
Tuesday, June 3, 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.