Mentari masih saja menyapa dengan ramah
Berharap angin yang berhembus pagi ini kabarkan senyuman
Sejenak dedaunan kering terbang ke arahku
Mataku lalu terurai senyap seperti senja
Pagi ini seperti ada ombak di teras rumah
Seperti ada gambaran dunia dalam botol plastik di samping dinding pintu
Bagai kemarau panjang namun dingin
Beku dalam tanya besar dalam sebuah impian
Ini langkah penuh tanya yang paling kutakutkan
Meraih segenggam harapan dalam senyumannya
Pelukan ini masih kosong
Dan hanya akan diisi oleh seseorang yang pantas
Bagai bunga di pojok meja di ujung sana
Yang enggan melirik akan masa depan yang masih diam di sampingnya
Seraya mengusap keringat di kening ini
Lelah rasanya melewati pendulum yang tak berhenti berdetak
Kalau saja ini mimpi, nyatakanlah
Namun ini kenyataan, utarakanlah
Aku masih bingung dengan otakku yang sibuk menerka sikap
Takut akan benang merah yang mempertemukan kita yang bisa jadi menghancurkan kita
Harusnya ku biarkan saja agar bel itu jatuh dan tak bunyi lagi
Harusnya ku hancurkan saja pintunya agar tiada lagi yang datang mengetuknya
Biar jadi satu alasan untuk menjauh dalam hidupmu
Musim kelabu, samar-samar tapi nyata
Andaikan mereka bertanya tentang impian, sudah pasti akan kujawab
Tapi mereka bertanya tentang kekinian
Di saat kita sedang menari bersama dan tak tahu akan mengakhiri tarian ini seperti apa
Aku tidak mau jadi malaikat yang tersenyum lalu menjauh
Aku pun tak mau kau begitu
Kita tidak banyak menghabiskan minuman di hadapan kita
Tapi kita tak jua berbicara akan masa depan
Kita hanya tertawa lalu pulang dengan harapan
Kita tidak tahu pasti kapan kita akan duduk berdua
Monday, August 4, 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.