Thursday, June 13, 2013

Wadah Pembelajaran Hidup

Satu ruang kultural tak beratap. Serangkaian gambaran hidup terlihat jelas mengalur ke berbagai arah. Jalanan. Satu tempat yang membuat kita mampu berkata bahwa jalanan itu satu kebebasan namun penuh aturan. Tidak hanya aturan dalam berkendara, namun aturan untuk mempersiapkan diri untuk hadir di jalan lahir dengan sendirinya. Segenap persiapan layaknya mengganti pakaian maupun penampilan saat akan keluar dari satu ruang beratap beralaskan karpet mewah dan teduh.

Satu tempat di mana berbagai katakter terlihat berlalu-lalang. Kehadiran jalanan dan kehidupan jalanan tentu saja menimbulkan respon berbeda dari setiap individu.Ada kalanya jalanan jadi satu tempat yang menakutkan bagi mereka yang terlalu negatif dalam menilai jalanan. Entah mungkin kasus penjambretan yang kerap kali ia saksikan saat menonton televisi.

Sebenarnya, jalanan itu mampu melahirkan budayanya sendiri, mampu memberikan gambaran kehidupan berbeda, mampu menciptakan realitas, dan mampu beradaptasi dalam cuaca apapun. Yah, tepatnya tidak beradaptasi, melainkan menerima apapun yang akan terjadi di jalan, bahkan menerima perlakuan apapun terhadap jalanan.

Berbagai fasilitas untuk menunjang kenyaman saat berada di jalanan pun cukup tersedia. Fasilitas itu layaknya trotoar bahkan halte yang digunakan untuk peristirahatan para pengemis di jalanan yang kadang mendapat perlakukan tidak baik karena kehadirannya yang dianggap sangat mengganggu kenyamanan saat berada di jalan. Taman kota pun terfasilitasi bagi mereka yang sejenak ingin beristirahat ataupun menyatakan cinta.

Di tiap sudut jalan ada banyak perbedaan. Kerasnya kehidupan pun tergambar di jalanan. Jalanan bukan tempat aman untuk terus berdiri, namun tempat yang mampu melahirkan sejuta hikmah. Ruang tak beratap ini mampu memberikan inspirasi. Ruang tak beratap ini adalah tempat tinggalnya. Tempat tinggal para pengamen jalanan, pengemis, dan mereka yang frustasi dan berpikir untuk keluar dari ruang beratap.

KPJ (Kelompok Penyanyi Jalanan). Satu wadah untuk mereka. Mereka yang hidup dan belajar tentang hidup lewat jalanan. KPJ yang tidak hanya bernaung di Kota Daeng ini yakni Makassar. KPJ memiliki pusat di Jakarta, bahkan kehadiran KPJ tersebar di tanah air. KPJ yang awalnya dimotori oleh Anto Baret, Iwan Fals, Jabo, dan beberapa seniman sudah ada sejak 1982.

Siapapun dari kalangan manapun bisa gabung di KPJ. KPJ memberikan satu tempat untuk bersosialisasi dan berbagi. Satu wadah yang diciptakan untuk anak jalanan baik yang berpotensi maupun tidak sama sekali.

Tujuan adanya KPJ ini sangat membantu dalam merangkul keberadaan anak jalanan. Bukan mereka yang memilih untuk tidur di ruang beratapkan langit, beralaskan aspal panas, dengan lampu terik di kala siang menyambutnya.

KPJ yang di dalamnya terdapat berbagai usia ini bernaung di Taman Segitiga dan menjadi satu sarana berkumpulnya para musisi entah yang lahir dari jalanan maupun tidak. Berbicara soal musik, KPJ identik dengan musik reggae. Namun tidak menutup diri dengan musik apapun.

Para seniman pun banyak berkumpul dan lahir dari KPJ. Mulai dari seni lukis dan tentu saja musik. Banyak karya yang lahir di sini. Pro-kontra tentunya ada. Bagi mereka yang tidak paham dengan KPJ ini sendiri, pastinya akan memiliki penilaian berbeda dari tujuan pembentukannya.

"Sampai saat ini KPJ masih menampung anak jalanan. Di sini mereka tidak hanya sekedar berkumpul, melainkan di beri pendidikan kecil-kecilan layaknya di ajarkan membaca dan menulis," urai Andhika salah satu anggota KPJ.

Pemerintah pun sangat mendukung keberadaan KPJ, selalu menyupport dan turut memberikan sumbangsi untuk KPJ.

"KPJ ini lebih kepada tempat berbagi dan belajar. Kapanpun dan siapapun bisa mengadakan kegiatan maupun even di sini," tambah Andhika.

KPJ Makassar sendiri yang kini sudah memasuki usia ke-delapan ini kerap kali mengadakan kegiatan amal seraya mengundang talent ataupun musisi yang namanya sudah dikenal maupun tidak. Satu kegiatan charity yang disertai dengan hiburan. Kegiatan yang rutin di setiap tahunnya adalah perayaan ulang tahun KPJ yang jatuh pada 29 Juli.

Bagi KPJ, "setiap orang tidak pernah bermimpi untuk hidup dan lahir di jalanan. Namun, kita bisa belajar banyak hal dari jalanan."

Banyak hal yang diperoleh dan mampu dipelajari lewat keberadaan jalanan. Begitu pun dengan mereka yang menganggap jalanan adalah fasilitas belajar, tidak peduli bahaya yang mengancamnya maupun kecaman dari beberapa pihak yang merasa terganggu dengan keberadaanya.

Mereka. Yah, Mereka. Mereka yang hobi bermain skateboard. Satu olahraga yang mewajibkan luka jadi satu kado saat berlatih.
Dulu, di kota ini ada beberapa komunitas ataupun kelompok pemain skate ataupun mereka yang hobi dan ingin tahu lebih tentang skateboard. Keberadaan beberapa kelompok itulah yang kerap kali menimbulkan konflik. Saling mengejek bahkan mungkin adu skill.

Tapi kini, semua kelompok itu sudah bergabung dalam satu wadah 'Makassar Skateboarding Association (MSA)'. Kini pun mereka yang tergabung di dalamnya sudah seperti saudara, saling berbagi dan berlatih bersama. Mendukung satu sama lain.

"Awalnya, saya secara pribadi tertarik dengan skateboarding saat melihat ternyata orang itu bisa terbang dengan menggunakan papan. Menurut saya olahraga ini sangat keren untuk dipelajari. Berbeda dengan olahraga yang ada pada umumnya, yang tampil dengan seragam sedangkan kami tampil bebas," jelas Wahyudy salah satu anggota MSA.

Kesenangan, tantangan , serta cara berpikir cepat pun diperoleh di sini. Lewat olahraga ini. Di dalam MSA ini pun terdiri dari berbagai usia, mulai dari usia pelajar SMP hingga mereka yang dianggap dewasa. Jalanan jadi satu sarana mereka, jalanan jadi tempat belajar mereka. Tidak heran kalau beberapa orang menilai kehadiran mereka di jalan cukup mengganggu dan ditakutkan dapat merusak fasilitas umum.

Memasang papan bahkan rail (batang besi) di jalan dan mulai berlatih bahkan beraksi. Terkadang mereka kerap kali berlatih di Karebosi dan juga Gedung Olahraga. Namun tempat ini bukan tempat khusus baginya.

"Wajar ketika ada yang menilai negatif bahkan tidak suka. Tapi mau bagaimana lagi? Di sini tidak ada skate-park khusus untuk kita bermain. Bahkan sampai saat ini, kami menganggap olahraga ini layaknya di anak-tirikan padahal banyak peminatnya walaupun kompetisi tetap di adakan," tambah Wahyudy.

Walikota Cup pernah megadakan satu kompetisi skateboarding dan adapun satu kompetisi yang diadakan untuk memperingati ulang tahun skateboarding serentak di seluruh dunia yang jatuh pada tanggal 21 Juni.

"Ada beberapa pihak yang takut kami merusak fasilitas umum, tapi jalanan tempat kami berlatih. Kami berharap adanya fasilitas dan kami pun diakui menjadi salah satu cabang olahraga yang ada di Indonesia," urainya lagi.

Yah, jalanan oh jalanan. Wadah kultural yang melahirkan banyak komunitas bahkan perkumpulan. Banyak pembelajaran yang lahir di sini.

0 komentar:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.